Sabtu, 29 Mei 2010

Manusia dan Pederitaan - Nasib Buruk

saya punta cerita cerpen nih...^^mohon di baca yah^^
1.Benang Merah
Pada ranah darul asbab (sebab-akibat) rentangan nasib manusia merupakan hasil tarik-menarik antara kemampuan ikhtiar manusia dengan ketentuan Tuhan Yang Maha Kuasa, pengendali kuda takdir. Dalam lembah inilah kita dianjurkan Tuhan agar berusaha dan berdoa. Setelah itu barulah Tuhan membuka pintu perubahan nasib. Sementara pada tingkat darul hakikat, semuanya tunduk dan berlaku sesuai dengan kehendak Tuhan

Apapun yang terjadi pada jagad raya ini, semuanya telah tercatat dalam kitab yang terpelihara di sisi Tuhan. Manusia pada hakikatnya tidak dapat memutus dan menentukan tanpa intervensi kekuasaan Allah. Sebab, jika manusia dapat berbuat tanpa kudrat dan iradat Allah, tentulah Dia kehilangan kekuasaan-Nya. Itu mustahil. Maka, segala sesuatu di alam semesta ini berada dalam genggaman-Nya, taat dan patuh serta bertasbih kepada-Nya siang dan malam. Dia bertindak tanpa sebab, karena tidak terikat dan punya kepentingan kepada apapun juga. Manusia ciptaan Tuhan itu sesungguhnya hanya tempat lalu-lalang kudrat dan iradat Allah. Begitulah kemahasucian, keagungan dan keperkasaan Allah.

Lintasan hidup manusia pada ranah sebab-akibat dan darul hakikat ini cukup menarik disimak dalam kumpulan cerpen Griven H Putera yang bertajuk Tenggelam. Dalam karangan ini dapat dikesan bagaimana bayangan puak Melayu di Riau menghadapi medan hidupnya. Mereka merenangi dua arus yang sedang berubah dengan cepat, dengan kemampuan yang relatif lemah.

Pertama, arus masa silam dengan keadaan alam semula jadi yang dipelihara oleh sistem adat bersendi syarak dengan menampilkan pemegang teraju kepemimpinan yang mampu menenggang rasa sehingga kokoh memegang amanah. Kedua, arus masa kini dengan alam yang sudah rusak-binasa karena memakai sistem kuffar yakni demokrasi (yang menuhankan penguasa) kapitalisme (serakah), sekulerisme (yang menentang hukum Allah) sehingga menampilkan pemimpin yang zalim lagi munafik.

Puak Melayu di Riau, berada antara dua rentangan itu. Kembali ke masa silam, suatu hal yang mustahil. Tetapi maju ke depan harus menghadapi tantangan, cobaan, bahkan ancaman dunia serta dosa yang belum tentu tertanggungkan di akhirat. Sungguh suatu medan hidup yang dahsyat, yang belum tentu dapat dilalui dengan selamat di dunia dan aman dari siksa di akhirat.

Kumpulan cerpen bertajuk Tenggelam karya Griven H Putera yang terbit tahun 2005, cukup menarik dalam perbincangan ini. Kehadirannya bisa menyentak perhatian kita, karena Tenggelam memberikan sentuhan dunia Melayu yang beragama Islam. Nuansa serupa itu sudah sangat langka 50 tahun belakangan ini, dalam belantara sastra Melayu di Riau. Selama ini nuansa atau nafas keislaman itu memang masih mengalir dalam dunia kreativitas pengarang. Tetapi semangatnya tidak begitu panas sehingga gaungnya tidak begitu jauh. Kesannya seperti tempias dalam hujan lebat kegiatan kreatif.

Kemudian daripada itu, kumpulan cerpen Tenggelam dapat lagi diperhatikan dari beberapa arah. Pertama, pengarangnya Griven H Putera, ternyata menempuh pendidikan perguruan tinggi Islam, yakni IAIN Susqa yang kemudian menjadi UIN Susqa, sampai tingkat pasca sarjana. Hal ini tentu dapat memberikan muatan ilmu Islam yang memadai bagi dirinya. Kedua, pengarang cerpen ini bekerja pula sebagai penyuluh agama di Kabupaten Pelalawan. Dengan lapangan kerja serupa itu, pengarang tentu dapat menghayati berbagai suasana kehidupan puak Melayu Petalangan di Pelalawan.

Puak Melayu Petalangan niscaya menjadi misi kehidupan yang akan menarik perhatian. Sebab, inilah masyarakat adat puak Melayu yang luas mewarisi rimba belantara, sebagai hasil kearifan leluhur mereka memelihara alam semula jadi, dengan panduan adat yang berpijak kepada agama Islam. Sekarang, belantara itu sudah berkecai-kecai, oleh tangan kekuasaan yang zalim mengikuti selera pemilik modal yang serakah, didukung oleh alat negara yang khianat serta orang bagak yang brutal. Keadaan itu cukup membekas dalam rangkaian cerita pendek Tenggelam.

Rangkaian cerita pendek dalam Tenggelam menarik lagi dibaca, karena sebagian besar jalan cerita mendedahkan bagaimana gambaran tokoh cerita telah berikhtiar demikian rupa, memperbaiki jalan hidup sesuai dengan harapannya. Tapi bagaimanapun juga, tidak semua ikhtiar mendatangkan hasil sesuai dengan harapan. Sebagian lagi kandas. Inilah bukti kekuasaan Tuhan.

Keputusan nasib manusia pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, walaupun mungkin terasa amat berat, namun harus diterima dengan lapang dada. Sungguh, keimanan terhadap nasib buruk amat berat sekali bagi manusia. Betapapun juga, jika manusia ingin selamat dalam ridha Allah, dia harus menerimanya dengan ikhlas. Sebagai bukti, bahwa manusia itu memang tidak lain daripada seorang hamba, yang akan kembali kepada Tuhannya, baik suka maupun terpaksa.

Menerima ketentuan Allah dengan ikhlas, membuat hidup ini punya makna. Menolak dan menantang adalah perbuatan konyol. Sebab, bagaimanapun juga manusia tidak punya daya dan kekuatan di hadapan Allah. Tanpa rahmat Allah, sesungguhnya manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Allah memberi nasib baik dan buruk adalah untuk menguji umat manusia itu sendiri. Hanya yang tahan uji yang akan dapat mendekat kepada Maha Pencipta. Inilah yang akan mendapat kemuliaan dan kebahagiaan yang tak akan pernah luntur. Sisi ini juga menjadi kepingan dalam berbagai belahan cerpen Tenggelam.

Dalam kumpulan cerpen Tenggelam pengarang telah membentangkan bermacam jalan nasib yang ditempuh, melalui gambaran tingkah laku serta alam pikiran tokoh cerita. Mereka menghadapi cabaran alam yang telah rusak binasa, oleh ulah perbuatan tangan yang ceroboh. Ada lagi yang berhadapan dengan pemegang kekuasaan yang zalim lagi munafik. Sementara banyak lagi yang bernasib malang oleh permainan makhluk serakah. Tapi ironinya, jalan nasib yang terjadi itu, justru terjadi atas nama undang-undang yang berlaku, buatan manusia itu sendiri.

Jika ditarik ke selasar, rupanya jalan nasib berupa penindasan dan penderitaan yang menimpa umat manusia, kerena mereka tidak memperhatikan panduan, perintah dan aturan kehidupan yang telah disampaikan Allah dalam Alquran, melalui Rasul-Nya junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Umat manusia tidak memperbaharui hidupnya dengan Alquran, tetapi dengan akal pikirannya yang buat. Banyak umat manusia yang memandang agama itu sebagai perintang, membuat rasa hidupnya kurang nyaman. Maka perintah dan hukum dari Allah dan Rasul-Nya dicampakkan. Diganti dengan perintah dan hukum buatan manusia, agar mereka dapat memuaskan hawa nafsu yang liar tanpa batas. Lalu bagaimana akibatnya? Kehidupan manusia jadi Tenggelam.

Tidak ada komentar: